Filsafat
Hegel di dassarkan padakeyakinan yang mendalam tentang kebutuhan
intrinsik akan kebebasan, di fahamisebagai pengetahuan diri, dalam
pengembangan subjek menempuh perjalanan sejarahmanusia. Hegel menantang
pengertitan Kantian tentang Unknowability (ketidak biasaan untuk diketahui) radikal tentangdunia dan konsepsi atomistik tentang subjek selfknowing(mengetahui
diri) yang mendasarinya. Tujuan menyeluaruh Hegel adalah
menunjukansifat sosial mendalam dari individu modern yang bisa “at-home-in-the-world” (merasa
nyaman hidup di dunia). Bagi Hegel,proses ini mensyaratkan dorongan
afirmatif sekaligus negatif; Afirmatif,melalui pengakuan atas saling
ketergantungan mendasar yang di jahit dandibentuk individu ke
praktik-praktik sosial dan lembaga-lembaga kehdupanbudaya, ekonomi,
estetika, dan politik (dalam keluarga, masyarakat sipil, danNegara).
Negatif, melalui kapasitas kreatif dan transformatif si individu
untukmembentuk dunia (alam, benda, dan sesuatu), sehingga bisa
mengaktualisasikan(penciptaan) cara tertentu, spesifik, untuk menjadi self atau diri sendiri. Peran sangat penting yang dimainkan ide-idetentang rasionalitas dan saling-ketergantunganda Filsafat Hegel menolak klaim bahwa “AbsoluteKnowing” bagi Hegel menyiratkan “absoluteknowing of absolutely everything”. Fokus
sitematis sekadar bisa di sebutsebagai “sosial”, inilah yang menjadi
dasar pemikiran Hegel sehingga karyanyasangat gampang menjadi sumber
penting dalam kajian Hubungan Internasional kontemporer.Setiap teori,
yang mengambil sosial (sebagai ko-konstruksi) sebagai titik awal,tidak
dapat mempertahankan diri dari otoritarianisme liberal
(pengertiantentang negara atau subjek yang berdaulat, otonom, dan Self-subsistent),
atau dan penjelasan etika (sebagai kewajiban atautanggung jawab
terhadap suatu negara atau subjek) dalam kehidupan sosial globalyang
komplementer (dan, karena itu selalu bahaya dan darurat) terhadap
sisteminternasional dari negaraa-negara yang self-subsistent. Maka dari itu, fokus terhadap reasionalitas Helegian sebagai pembentuk bagiperbedaan dapat memperkuat pemahaman kritis terhadap “Human”
di berbagai wacan kritis dalam Hubungan Internasional,termasuk diskusi
tentang kemiskinan, dan kesejahteraan dalam ekonomi politik,hak asasi,
etika aglobal, perbedaan dan keadilan. Tiga ilustrasi berikut atasklaim
ini, bertentangan dengan perlawanan teori kritis terhadap pemikiran Helegian, harus cukup sampai disini.
Sentralitas
dari “negara” dalam sistemfilsafat Hegel telah membuat karyanya di
curigai dalam kalangan HubunganInternasional kritis-yang curiga terutama
pada imajiner politik negara-sentrisdan pada sejarah panjang kekerasan
yang di asosiasikan dengan praktik-praktikeksklusif kedaulatan negara.
Dalam ThePhilosophy of Right, Hegel menguraikan filsafat sosial
dan politik yangmelihat kehidupan sosial modern berlangsung dalam tiga
jagat (atau lembaga)utama; keluarga, masyarakat sipil dan Negara.
Kehidupan keluarga, di tandaidengan hubungan cinta dan kewajiban, sangat
berlawanan dengan kehidupan dimasyarakat sipil jagat hubungan
pertukaran ekonomi yang perburuan kepentingandiri murninya memungkinkata
perwujudan atas apa yang di sebut Hegel sebagai “subjective particulary” (Individualitas,via
prduksi dan konsumsi) yang jelas-jelas menghianati karakter sosial
mendalam(via pembagian tenaga kerja, spesialisasi dan sistem kebutuhan)
yang menjadiciri kehidupan ekonomi modern (kapitalis). Hidup dalam
keluarga dan hidup dalammasyarakat sipil ini di mungkinkan dan di bawahi
dalam konteks hukum danperaturan lebih luas melalui “Negara
Administratif” (apa yang biasa kita sebutsebagai “pemerintahan”). Namun
demikian, konsep tentang “state power” sebagai komunitas etis
mencakup ketiga jagat hidupitu (keluarga, masyarakat sipil, dan
administrasi negara). Hal itu sangat bisadi lihat sebagai struktur
abstrak, yang menandakan suatu cara saling berkaitanyang memungkinkan
berbagai bentuk kehidupan yang terkandung di dalamnya(praktik-praktik
sosial dan industri dari keluarga, masyarakat sipil, dan
“pemerintah”).Klaim tentang ethicality Negara sebagaistruktur abstrak dilandaskan,sebagaimana di jelaskan The Philosophy of Right, dalam
reasionalitassoial itulah yang di pandang sebagai ekspresi tertinggi.
Klaim bahwa dukungan kuat Hegel terhadap Negara (sebagaistruktur abstrak
atau cara berhubungan) di terjemahkan langsung sebagaipertahanan
empiris atas “keadaan yangsebenarnya ada”. Hal itu dipandang merupakan
suatu titik lemah, sehinggaterbuka bagi pengkajian kritis tentang
apakah, dan dalam kondisi apa, imajinerglobal alternatif mungkin itu di
persyaratkan. Hal ini kontrak dengan penolakankritis tentang problem
Negara, mengajukan kembali pertanyaan tentang Negara(dalam istilah
Hegel) pada zaman kita.
Ilustrasi kedua tentang ketepatan waktubagi pemikiran Hegel tentang pemikiran kritis Hubungan Internasionalkontemporer dapat dilihat dalam kontek pemahaman Helegian tentang masyarakatsipil dan pembangkitan sistemik atas kekayaan dan kemiskinan. Tidak sepertibacaan liberal tentang kebaikan “free-market”(pasar bebas) kapitalis, konseptualisasi Hegel tentang masyarakat sipiladalah sebagai wilayah “egoisme universal”. Disisni, menurut Hegel, masing-masingorang mencari kepentingan sendiri melalui pertukaran dalam pasar. Sistem inimeberikan penyangkalan yang kuat bagi pemahaman ekonomistik atas pasar.Partisipasi dalam pembagian sosial atas tenaga kerja, dan pemaknaan yangterbentuk secara sosial serta kebutuhan yang di wadahi dalam produksi dankomunikasi, bagi Hegel, adalah intrinsik bagi realisasi diri dan nilai sosial.Namun demikian, karena hubungan pertukaran kapitalis membuat hubungantergantung pada pertukaran (tenaga di tukar upah), maka kegagalan dalampertukaran itu berarti pasar bisa menghasilkan kekayaan sekaligus kemiskinan,sehingga perlu peran negara dalam menciptakan lingkuungan yang memfasilitasihubungan yang optimal. Lebih tajam lagi, konsep nonekonomistik sangat mendalamHegel tentang kemiskinan bukan suatu kondisi “kurangnya” (pendapatan,pekerjaan, teknologi, atau pendidikan yang menjadi jangkar bagi wacanamodernisasi neokolonial tenntang “pembangunan” di berbagai bagian dunia sebagaiperwujudan dari “kekurangan”), mendesak sikap kritis lebih radikal untukmenekankan kembali tidak hanya apa yang di sebut Adam Smith sebagai “Boundary Question” atau pertanyaanbatas (antara Negara dan Pasar), tetapi juga pada problem lebih rumit berupaqmemikirkan kembali “batas-batas” tentang masyarakat sipil.
Akhirnya, “dialektika tuan/budak” dari The Phenmenology of Spirit, tak
diragukan lagi, menjadi kontribusi paling terkenal Hegel bagi wacana
kritis yangterkait reasionalitas mendalam dan ko-konstruksi bagi self,
menawarkan sumber paling kuat bagi Hubungan Internasionalkontemporer
yang kritis. Bagi Hegel, kebebasan mensyaratkan perpindahan dariberbagai
bentuk (lebih rendah) dari kesadaran (secara keseluruhan eksternal
/objectif atau secara keseluruhan subjectif/internal) menuju tahap lebih
tinggidari self-consciousness ataukesadaran diri. Perpindahan ini hanya mungkin melalui dialektika salingpengakuan; pengakuan atas self yangdi berikan oleh other, yang padagilirannya di akui sebagai self (other) yang
berbeda. Kekuatan dariformulasi ini mendapat perimbangan
atasaspek-aspek fenomenologis dalam konteks perbudakan. Dalam Bab 4
tentang “OnLordship and Bondage” dari buku ThePhenomenology of Spirit, Hegel menelusuri penjungkirbalikan hubungan feodalantara “Lord” (tuan) dan “Boundage” (hamba), saatorang
yang “dihambakan” pada tuan berarti realisasi yang lambat atas
hargadiri: dalam mengubah bahan mentah menjadi objek-objek yang bisa di
gunakan tuannya melaluipengeluaran energi dan tenaga kerja, para hamba
itu “menyerahkan dirinya”sebagai sosok independen; sementara “sang tuan”
yang sangat tergantung padatenaga si hamba, ternyata mengajukan
cangkang kosong atas klaimnya sebagaipenguasa. Kebutuhan atas seseorang “self”terhadap pihak lain “other”
dibuatsangat jelas, lebih-lebih karenan narasi sejarah purposif Hegel
sebagaiaktaualisasi kebebasan bergantung kepada kesadaran diri
duflikatif negatif ini.Namun demikian, dalam konteks sejarah dunia, itu
mendasari pembenaran kuat bagiperjuangan anti kolonial oleh kaum
yangterpinggirkan, tersingkirkan, dan tak terwakili dalam hubungan
internasional.Hal itu juga memungkinkan pembacaan kritis atas klaim
kososng tentangpenguasaan yang hanya di dassarkan pada akumulasi
kekayaan dalam dunia yangsemakin tidak merata ini.
Hal
ini merupakan kasus kritik yangcukup mutakhir (terutama, Buck Morss
2000 dan Bernasconi 1998) yang menarikperhatian tentang gambaran rasis
lewat komentar Hegel tentang Afrika dalam The Philosophy of History, dan tiadanyamenyebutkan ekslplisit revolusi rakyat Haiti di Saint Dominigue pada 1804 dalamThe Philosophy of Right (di terbitkanpada 1821). Sebagaimana di tunjukan Nesbitt (2004), dalam The Philosophy of Right Hegel meninggalkan referensi feodal bagi knechten (perbudakan) dan malahanmenggunakan istilah lebih abstrak sklaveraiuntuk
mengugtuk perbudakan sebagai hal yang mutlak salah. Meski ia
tidakmenyebutnya secara langsung, pada 1820 mungkin ia sudah merujuk
pada RevolusiHaiti.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar