Selasa, 27 Desember 2016

TEORI KESADARAN DIRI (HEGEL)

Filsafat Hegel di dassarkan padakeyakinan yang mendalam tentang kebutuhan intrinsik akan kebebasan, di fahamisebagai pengetahuan diri, dalam pengembangan subjek menempuh perjalanan sejarahmanusia. Hegel menantang pengertitan Kantian tentang Unknowability (ketidak biasaan untuk diketahui) radikal tentangdunia dan konsepsi atomistik tentang subjek selfknowing(mengetahui diri) yang mendasarinya. Tujuan menyeluaruh Hegel adalah menunjukansifat sosial mendalam dari individu modern yang bisa “at-home-in-the-world” (merasa nyaman hidup di dunia). Bagi Hegel,proses ini mensyaratkan dorongan afirmatif sekaligus negatif; Afirmatif,melalui pengakuan atas saling ketergantungan mendasar yang di jahit dandibentuk individu ke praktik-praktik sosial dan lembaga-lembaga kehdupanbudaya, ekonomi, estetika, dan politik (dalam keluarga, masyarakat sipil, danNegara). Negatif, melalui kapasitas kreatif dan transformatif si individu untukmembentuk dunia (alam, benda, dan sesuatu), sehingga bisa mengaktualisasikan(penciptaan) cara tertentu, spesifik, untuk menjadi self atau diri sendiri. Peran sangat penting yang dimainkan ide-idetentang rasionalitas dan saling-ketergantunganda Filsafat Hegel menolak klaim bahwa “AbsoluteKnowing” bagi Hegel menyiratkan “absoluteknowing of absolutely everything”. Fokus sitematis sekadar bisa di sebutsebagai “sosial”, inilah yang menjadi dasar pemikiran Hegel sehingga karyanyasangat gampang menjadi sumber penting dalam kajian Hubungan Internasional kontemporer.Setiap teori, yang mengambil sosial (sebagai ko-konstruksi) sebagai titik awal,tidak dapat mempertahankan diri dari otoritarianisme liberal (pengertiantentang negara atau subjek yang berdaulat, otonom, dan Self-subsistent), atau dan penjelasan etika (sebagai kewajiban atautanggung jawab terhadap suatu negara atau subjek) dalam kehidupan sosial globalyang komplementer (dan, karena itu selalu bahaya dan darurat) terhadap sisteminternasional dari negaraa-negara yang self-subsistent. Maka dari itu, fokus terhadap reasionalitas Helegian sebagai pembentuk bagiperbedaan dapat memperkuat pemahaman kritis terhadap “Human” di berbagai wacan kritis dalam Hubungan Internasional,termasuk diskusi tentang kemiskinan, dan kesejahteraan dalam ekonomi politik,hak asasi, etika aglobal, perbedaan dan keadilan. Tiga ilustrasi berikut atasklaim ini, bertentangan dengan perlawanan teori kritis terhadap pemikiran Helegian, harus cukup sampai disini.
Sentralitas dari “negara” dalam sistemfilsafat Hegel telah membuat karyanya di curigai dalam kalangan HubunganInternasional kritis-yang curiga terutama pada imajiner politik negara-sentrisdan pada sejarah panjang kekerasan yang di asosiasikan dengan praktik-praktikeksklusif kedaulatan negara. Dalam ThePhilosophy of Right, Hegel menguraikan filsafat sosial dan politik yangmelihat kehidupan sosial modern berlangsung dalam tiga jagat (atau lembaga)utama; keluarga, masyarakat sipil dan Negara. Kehidupan keluarga, di tandaidengan hubungan cinta dan kewajiban, sangat berlawanan dengan kehidupan dimasyarakat sipil jagat hubungan pertukaran ekonomi yang perburuan kepentingandiri murninya memungkinkata perwujudan atas apa yang di sebut Hegel sebagai “subjective particulary” (Individualitas,via prduksi dan konsumsi) yang jelas-jelas menghianati karakter sosial mendalam(via pembagian tenaga kerja, spesialisasi dan sistem kebutuhan) yang menjadiciri kehidupan ekonomi modern (kapitalis). Hidup dalam keluarga dan hidup dalammasyarakat sipil ini di mungkinkan dan di bawahi dalam konteks hukum danperaturan lebih luas melalui “Negara Administratif” (apa yang biasa kita sebutsebagai “pemerintahan”). Namun demikian, konsep tentang “state power” sebagai komunitas etis mencakup ketiga jagat hidupitu (keluarga, masyarakat sipil, dan administrasi negara). Hal itu sangat bisadi lihat sebagai struktur abstrak, yang menandakan suatu cara saling berkaitanyang memungkinkan berbagai bentuk kehidupan yang terkandung di dalamnya(praktik-praktik sosial dan industri dari keluarga, masyarakat sipil, dan “pemerintah”).Klaim tentang ethicality Negara sebagaistruktur abstrak  dilandaskan,sebagaimana di jelaskan The Philosophy of Right, dalam reasionalitassoial itulah yang di pandang sebagai ekspresi tertinggi. Klaim bahwa dukungan kuat Hegel terhadap Negara (sebagaistruktur abstrak atau cara berhubungan) di terjemahkan langsung sebagaipertahanan empiris  atas “keadaan yangsebenarnya ada”. Hal itu dipandang merupakan suatu titik lemah, sehinggaterbuka bagi pengkajian kritis tentang apakah, dan dalam kondisi apa, imajinerglobal alternatif mungkin itu di persyaratkan. Hal ini kontrak dengan penolakankritis tentang problem Negara, mengajukan kembali pertanyaan tentang Negara(dalam istilah Hegel) pada zaman kita.

Ilustrasi kedua tentang ketepatan waktubagi pemikiran Hegel tentang pemikiran kritis Hubungan Internasionalkontemporer dapat dilihat dalam kontek pemahaman Helegian tentang masyarakatsipil dan pembangkitan sistemik atas kekayaan dan kemiskinan. Tidak sepertibacaan liberal tentang kebaikan “free-market”(pasar bebas) kapitalis, konseptualisasi Hegel tentang masyarakat sipiladalah sebagai wilayah “egoisme universal”. Disisni, menurut Hegel, masing-masingorang mencari kepentingan sendiri melalui pertukaran dalam pasar. Sistem inimeberikan penyangkalan yang kuat bagi pemahaman ekonomistik atas pasar.Partisipasi dalam pembagian sosial atas tenaga kerja, dan pemaknaan yangterbentuk secara sosial serta kebutuhan yang di wadahi dalam produksi dankomunikasi, bagi Hegel, adalah intrinsik bagi realisasi diri dan nilai sosial.Namun demikian, karena hubungan pertukaran kapitalis membuat hubungantergantung pada pertukaran (tenaga di tukar upah), maka kegagalan dalampertukaran itu berarti pasar bisa menghasilkan kekayaan sekaligus kemiskinan,sehingga perlu peran negara dalam menciptakan lingkuungan yang memfasilitasihubungan yang optimal. Lebih tajam lagi, konsep nonekonomistik sangat mendalamHegel tentang kemiskinan bukan suatu kondisi “kurangnya” (pendapatan,pekerjaan, teknologi, atau pendidikan yang menjadi jangkar bagi wacanamodernisasi neokolonial tenntang “pembangunan” di berbagai bagian dunia sebagaiperwujudan dari “kekurangan”), mendesak sikap kritis lebih radikal untukmenekankan kembali tidak hanya apa yang di sebut Adam Smith sebagai “Boundary Question” atau pertanyaanbatas (antara Negara dan Pasar), tetapi juga pada problem lebih rumit berupaqmemikirkan kembali “batas-batas” tentang masyarakat sipil.
Akhirnya, “dialektika tuan/budak” dari The Phenmenology of Spirit, tak diragukan lagi, menjadi kontribusi paling terkenal Hegel bagi wacana kritis yangterkait reasionalitas mendalam dan ko-konstruksi bagi self, menawarkan sumber paling kuat bagi Hubungan Internasionalkontemporer yang kritis. Bagi Hegel, kebebasan mensyaratkan perpindahan dariberbagai bentuk (lebih rendah) dari kesadaran (secara keseluruhan eksternal /objectif atau secara keseluruhan subjectif/internal) menuju tahap lebih tinggidari self-consciousness ataukesadaran diri. Perpindahan ini hanya mungkin melalui dialektika salingpengakuan; pengakuan atas self yangdi berikan oleh other, yang padagilirannya di akui sebagai self (other) yang berbeda. Kekuatan dariformulasi ini mendapat  perimbangan atasaspek-aspek fenomenologis dalam konteks perbudakan. Dalam Bab 4 tentang “OnLordship and Bondage” dari buku ThePhenomenology of Spirit, Hegel menelusuri penjungkirbalikan hubungan feodalantara “Lord” (tuan) dan “Boundage” (hamba), saatorang yang “dihambakan” pada tuan berarti realisasi yang lambat atas hargadiri: dalam mengubah bahan mentah menjadi objek-objek  yang bisa di gunakan tuannya melaluipengeluaran energi dan tenaga kerja, para hamba itu “menyerahkan dirinya”sebagai sosok independen; sementara “sang tuan” yang sangat tergantung padatenaga si hamba, ternyata mengajukan cangkang kosong atas klaimnya sebagaipenguasa. Kebutuhan atas seseorang “self”terhadap pihak lain “other” dibuatsangat jelas, lebih-lebih karenan narasi sejarah purposif Hegel sebagaiaktaualisasi kebebasan bergantung kepada kesadaran diri duflikatif negatif ini.Namun demikian, dalam konteks sejarah dunia, itu mendasari pembenaran kuat bagiperjuangan  anti kolonial oleh kaum yangterpinggirkan, tersingkirkan, dan tak terwakili dalam hubungan internasional.Hal itu juga memungkinkan pembacaan kritis atas klaim kososng tentangpenguasaan yang hanya di dassarkan pada akumulasi kekayaan dalam dunia yangsemakin tidak merata ini.
Hal ini merupakan kasus kritik yangcukup mutakhir (terutama, Buck Morss 2000 dan Bernasconi 1998) yang menarikperhatian tentang gambaran rasis lewat komentar Hegel tentang Afrika dalam The Philosophy of History, dan tiadanyamenyebutkan ekslplisit revolusi rakyat Haiti di Saint Dominigue pada 1804 dalamThe Philosophy of Right (di terbitkanpada 1821). Sebagaimana di tunjukan Nesbitt (2004), dalam The Philosophy of Right Hegel meninggalkan referensi feodal bagi knechten (perbudakan) dan malahanmenggunakan istilah lebih abstrak sklaveraiuntuk mengugtuk perbudakan sebagai hal yang mutlak salah. Meski ia tidakmenyebutnya secara langsung, pada 1820 mungkin ia sudah merujuk pada RevolusiHaiti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar