Sumber buku :
Prof.
I.R. Poedjawijatna
LOGIKA
(FILSAFAT
BERPIKIR)
RINEKA
CIPTA, Jakarta. 2004
Logika kami indonesiakan
“filsafat berpikir”. Yang berpikir itu manusia dan berpikir merupakan tindakan
manusia. Tindakan ini mempunyai tujuan, yaitu untuk tahu.
1.
Tugas Logika
Bagaimanapun
hal tahu manusia itu dipersoalkan. Teranglah bahwa manusia itu tahu. Tahu ini
bukanlah suatu alat atau daya pada manusia yang dipunyainya sejak lahir seperti
mata, telinga atau alat indra lainnya, melainkan tahu itu merupakan suatu
tindakan, yang mempunyai hasil yang disebut orang dengan pengetahuan. Adapun
alat atau dayanya disebut “pikir, budi atau akal”. Dalam bahasa kita
mempergunakan daya ini disebut berpikir. Berpikir ini tidak dijalankan manusia
sejak lahirnya, walaupun kemampuannya ada, jadi berpikir itu pada manusia
adalah secara potensial. Pada suatu ketika manusia berpikir juga secara aktual.
Ternyata
berpikir itu tidak amat mudah, mungkin orang salah dalam berpikir itu, bukan
pengetahuannya yang salah, melainkan jalan pemikirannya yang tidak lurus, tidak
menurut aturan. Misalnya kalau dikatakan terhadap seseorang yang berbelanja
agar berlebih-lebilahan serta tak menawar-nawar: ‘ah itu orang jakarta’, hal
yang demikian itu disebut tidak logis sebab walaupun mungkin benar, bahwa orang
yang berbelanja demikian itu orang jakarta, tetapi tidak benarlah, bahwa ia
bertindak demikian itu karena (demi) ia orang jakarta. Tidaklah semua orang
jakarta dan tiap-tiap orang jakarta selalu bertindak demikian, walaupun ia
berbelanjapun jika orang hendak membuktikan, bahwa tuhan itu ada dengan
mengatakan: karena ‘manusia itu ciptaan Tuhan’ sebab yang di minta justru bukti
mengapa tuhan harus ada, dan oarang menyajikan, bahwa tuhan itu (tanpa bukti)
ada, malahan Tuhan itulah yang menciptakan manusia.
Jadi
rupa-rupanya adalah aturan berpikir yang tak boleh dilanggar. Suatu tugas
ilmiah mencari aturan berpikir ini, supaya diketahui, kalau ada pelanggaran
aturan atau penyelewangan dari jalan berpikir yang lurus. Dicobalah oleh para
ahli pikir, untuk memenuhi tugas itu, hasilnya memang bermanfaat sekali bagi
manusia yang hendak berpikir. Pengetahuan itu merupakan bagian filsafat dan di
sebut logika. Tugas logika adalah memberikan penerangan bagaimana orang
seharusnya berpikir. Ada yang menyebut, bahwa logika itu mengutarakan teknik
berpikir, yaitu cara yang sebenarnya untuk berpikir.
2.
Obyek Logika
Oleh
karena yang berpikir itu manusis, maka harus dikatakan, bahwa lapangan
penyelidikan logika adalah manusia itu sendiri. Tetapi manusia disoroti dari sudut
tertentu, ialah budinya. Budi atau pikiran ini
masih juga disoroti dari beberapa sudut. Semua pertanyaan yang
bersangkutan erat dengan budi manusia, sehingga dapatlah semuanya disebut
logika, dan karena ada bermaam-macam sudut penyorotan, maka ada bermacam-macam
logika pula, serta ada yang memberikan, serta ada yang memberikan nama yang
bermacam-macam juga. Bermacam-macam logika itu berlainan satu sama lain,
disebabkan oleh karena obyek formannya lain.
Adapun
yang kami maksud disini dengan istilah logika, ialah filsafat budi (manusia)
yang mempelajari teknik berpikir, untuk mengetahui bagaimana manusia berpikir
dengan semestinya (dengan seharusnya). Jadi obyek formal logika ialah mencari
jawab : bagaimana manusia dapat berpikir
dengan semestinya.
3.
Manusia dan pengetahuan
Manusia
berpikir itu untuk tahu. Kalau ia berpikir tidak semestinya mungkin ia tidak
mencapai pengetahuan yang benar. Tak seorangpun mencita-citakan kekeliruan, ia
ingin mencapai kebenaran dalam tahunya itu. Adapun manusia, kalau tahu tentang
sesuatu, ia mengakui sesuatu terhadap sesuatu itu. Kalau orang tahu tentang
sebuh rumah (sesuatu), mungkin ia tahu juga, bahwa rumah itu besar atau kecil.
Maka besar atau kecil ini diakui hubungannya dengan rumah itu. Manusia
mengakui, tidak membuat hubungan itu. Ada kemungkinan, bahwa ia mengakui
hubungan yang tida ada, maka kelirulah ia. Pengakuan sesuatu terhadap sesuatu
ini merupakan dasar pengetahuan, malahan itu sebetulnya pengetahuan. Pun dalam
hal yang amat sederhana, klu orang megatakan: ‘itu rumah’. Disini pun ada
pengakuan sesuatu (rumah) terhadap sesuatu (hal yang dihadapinya), sehingga
tanpa mengubah maksud, boleh juga dikatakan: ‘hal yang saya hadapi itu :
rumah’. Memah harus diakui, menurut bentuknyamungkinlah pengetahuan ada yang positif
dan ada yang negatif. Tetapi sekali lagi dasar pengetahuan adalah positif,
sebab jika ada sesuatu yang dihubungkan
dengan sesuatu kedua “sesuatu” haruslah positif!
4.
Logika dan bahasa
Sebagai
bentuk berpikir bahasa memang harus boleh disebut penjelmaan berpikir. Akan
tetapi bahasa itu sebagai alat, bisa juga mempengaruhi berpikir sebagai
penjelmaan berpikir, bahasa menampakan manusia. Itu sebabnya maka ada
bermacam-macam bahasa yang berlainan susunan dan bentuk kalimatnya pun
pembentukan kata-katanya.
Bukanlah
tugas logika untuk menyelidiki bahasa, walaupun bagaimana eratnya hubungan
logika dengan bahasa. Kami majukan disini barang sedikit soal bahasa, karena
bahasa adalah pencerminan dan alat berpikir. Tugas logikan adalah meneropong
berpikir ini dan mencoba memberi penerangan bagaimana manusia dapat berpikir
dengan semestinya. Atau boleh dikatakan sebagai manusia harus berpikir lurus,
tentu sengan harapan supaya dengan kelurusan berpikir ini, dapat mencapai
kebenaran, tetapi bukanlah maksud logika pula untukmenelaah soal keenaran,
sebab itu tugas bagian filsafat lain. Manusia yang mau menjalankan pikirannya
bertolak dari sesuatu adalah beberapa dasar berpikir yang tak boleh di abaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar