Transformasi
Sosial di Pedesaan
Tidak ada masyarakat yang stagnant pada
titik tertentu sepanjang masa. Setiap masyarakat selalu berubah baik dari segi
kultural maupun struktural. istilah-istilah untuk menginterprestasikan kondisi
masyarakat yang selalu berubah seringkali disebut dengan Social change,
cultural chage, sociocultural adaptation and adjusment, Istilah-istilah
itu diartikan sebagai kondisi perubahan sebagai akibat penyesuaian diri dari
anggota masyarakat secara penuh kesadaran. Perubahan di masyarakat selalu
bersifat multidemensional mulai dari peruban sosial dan perubahanan kebudayaan.
Perubahan sosial lebih bersifat khusus, karena perubahan ini ketika dikenal,
dilakukan kemudian disebut sebagai perubahan kebudayaan. Sedangkan perubahan
kebudayaan lebih bersifat umum, yang mencakup semua aspek kebudayaan yang ada
pada masyarakat mulai dari sisi pengetahuan, perilaku sampai tekhnologi.
Pada masyarakat pedesaan yang sering kali
diinterprestasikan sebagai simbol masyarakat yang konservatif juga tidak dapat
menghindarkan diri dari adanya perubahan. Singkatnya, masyarakat pedesaan yang
cenderung diidentikkan dengan pola hidup tardisionalisme tidak dapat
menghindarkan diri dari adanya proses perubahan. Bentuk-bentuk kongkrit dari
perubahan yang ada di desa pada era kontemporer saat ini adalah katidak asingan
beberapa masyarakat desa terhadap alat-alat modern mulai dari transportasi,
media elektronik, media informasi serta bentuk-bentuk tekhnologi lainya yang
pernah dianggap asing sebelumnya oleh masyarakat pedesaan.
Secara luas, dimensi perubahan sosial yang
terjadi di pedesaan dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma sosial, perilaku
organisasi masyarakat, susunan lembaga masyarakat dan interaksi sosial dalam
masyarakat pedesaan. [2] Ada sebuah kecenderungan bahwa perubahan sosial di
mana pun dan kapan pun, termasuk masyarakat pedesaan merupakan gejala wajar
yang timbul sebagai sebuah dari interaksi manusia satu dengan yang lainya.
Interaksi semacam ini dapat dianalogikan seperti interaksi yang terjadi pada
masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, di mana interaksi tersebut
memunculkan konsekwensi utama berupa modernisasi, terutama yang terjadi pada
masyarakat pedesaan.
Terkait hal di atas, perubahan yang terjadi di
pedesaan yang telah dibawa oleh arus modernisasi
tak pelak telah membawa perubahan yang signifikan terhadap perubahan pada
pedesaan baik dalam aspek fisik maupun nonfisik, infrastruktur maupun
suprastruktur yang berbentuk barang tangible seperti tekhnologi,
maupun sebuah barang intangible berupa nilai dan norma. Hal
tersebutlah kemudian disebut sebagai proses “modernisasi” yang kadang kala disebut sebagai proses pengkotaan.
Arus modernisasi telah merambah berbagai tempat
tak terkecuali pedesaan yang akhirnya menghasilkan ragam bentuk transformasi
yang bersifak fisik maupun non fisik. Transformasi fisik pedesaan akibat kapitalisasi yang dibawa oleh arus
modernisasi sangat tampak dari bayaknya bangunan bersifat semi modern yang
tidak sukar lagi ditemui di daerah pedesaan.
Bangunan-bangunan tersebut terbentuk
pertama, karena arus informasi yang
begitu kuat antara masyarakat desa dengan media informasi. Kedua,
adanya interaksi yang masif antara masyarakat desa dengan sumber kapitalis
yang menawarkan bentuk dari
kapitalisasi.
Di Indonesia, secara kongkret hal ini dapat
dilihat dari fenomena banyak bermunculnya pusat-pusat pembelanjaan modern
berbentuk Franchise semisal Indomart dan Alfamart.
Namun baik Alfamart atau Indomart yang banyak bermunculan
merupakan akibat dari konsekwensi adanya hegemoni kapitalisme.
Hal ini seperti yang dikatakan Max-Weber yang menyebutnya sebagai disenchancnet
of the world yang mana penyeragaman antara desa dengan kota yang
mengakibatkan something spesial yang hilang pada masing-masing entitas
desa yang ada.
Fakta-fakta di atas baru dalam bentuk fisik.
Apabila secara khusus kita memperhatikan transformasi secara nonfisik pada
masyarakat pedesaan berikut pada konsekwensi yang hadir bersamanya maka akan
terlihat beberapa impact yang tidak kalah besar apabila dibandingkan
perubahan yang bersifat fisik.
Dalam hal ini, ketika para kapitalis mulai
memasarkan produk-produknya melalui media
informasi baik berupa televisi, radio, internet yang notabene media
tersebut telah banyak dan mudah diakses oleh masyarakat pedesaan maka sedikit
banyak telah mempengaruhi muda-mudi yang memang berpembawaan Inovatif, maka dengan segera ditemui struktur fisik yang berubah yakni kaum
muda cenderung berpenampilan trendy, modern nan fasionable, sedangkan
kaum tua dengan pembawaan yang lebih kepada konservatif atau anti perubahan
akan cenderung lebih berpenampilan tradisional, ala kadarnya dan sesuai
kebutuhan. Fenomena semacam ini memang merupakan antitesa yang sederhana dan
sering luput dari perhatian.
Singkatnya, segresi golongan antara kaum muda dan
kaum tuwa tersebut tampak melalui hubungan pergaulan yang didasarkan atas kesamaan minat dan ikatan kategorisasi
kelompok. Fenomena kompleks inilah yang menjadi salah satu contoh bentuk kongkrit dari adanya perubahan
sosial, dimana perubahan bukan lagi cerita utopis namun memang benar adanya
dan selalu terjadi secara sustainable pada tiap periode di semua
lingkungan tak terkecuali masyarakat pedesaan.
Disinilah proses by given dan on-going process berlaku, dimana proses by given
atau proses menjadi begitu saja tidak terlewati, namun melalui proses on-going
process, atau bahkan by design. Artinya perubahan memang suatu
yang nyata dengan proses dan tahapan yang terjadi di keranakan dorongan oleh
berbagai faktor seperti yang telah disinggung di muka.
Fakta atas perubahan yang terjadi di desa
berimbas pada semakin menipisnya perbedaan antara bentuk desa dan perkotaan.
Isolasi fisik dan isolasi non fisik dalam bentuk kultural yang sering menjadi
patokan utama alasan kuatnya akar tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat
pedesaan hal itu telah menipis, dan bahkan di sebagian desa hal itu telah
menghilang. Desa semakin terbuka terhadap pengaruh dari luar baik lingkup
regional, nasional bahkan internasional.
Fenomena semacam ini sekiranya dapat menjadi
analisis secara sosiologis tentang bagaimana kejut arus pembangunan yang cocok
dengan bentuk desa sekarang, perlu kiranya sebuah pendekatan pembangunan yang
ditujukan kepada masyarakat pedesaan dengan pendekatan yang berbeda, dimana
bukan lagi dalam bentuk pakem dari sebuah bagian tradisional region,
namun bentuk masyarakat yang telah membuka diri dengan dunia luar melalui
transformasi fisik maupun nonfisik.
Kepustakaan:
[1] Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar.
(Jakarta, RajaGrafindo, 1999.Cet.XXVII), hlm.133
[2] M. Munandar Soelainman, Dinamika Masyarakat
Transisi (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998) hlm 115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar