Kamis, 20 Oktober 2016

Transformasi Sosial di Pedesaan



Transformasi Sosial di Pedesaan

Tidak ada masyarakat yang stagnant pada titik tertentu sepanjang masa. Setiap masyarakat selalu berubah baik dari segi kultural maupun struktural. istilah-istilah untuk menginterprestasikan kondisi masyarakat yang selalu berubah seringkali disebut dengan Social change, cultural chage, sociocultural adaptation and adjusment, Istilah-istilah itu diartikan sebagai kondisi perubahan sebagai akibat penyesuaian diri dari anggota masyarakat secara penuh kesadaran. Perubahan di masyarakat selalu bersifat multidemensional mulai dari peruban sosial dan perubahanan kebudayaan. Perubahan sosial lebih bersifat khusus, karena perubahan ini ketika dikenal, dilakukan kemudian disebut sebagai perubahan kebudayaan. Sedangkan perubahan kebudayaan lebih bersifat umum, yang mencakup semua aspek kebudayaan yang ada pada masyarakat mulai dari sisi pengetahuan, perilaku sampai tekhnologi.
 
Pada masyarakat pedesaan yang sering kali diinterprestasikan sebagai simbol masyarakat yang konservatif juga tidak dapat menghindarkan diri dari adanya perubahan. Singkatnya, masyarakat pedesaan yang cenderung diidentikkan dengan pola hidup tardisionalisme tidak dapat menghindarkan diri dari adanya proses perubahan. Bentuk-bentuk kongkrit dari perubahan yang ada di desa pada era kontemporer saat ini adalah katidak asingan beberapa masyarakat desa terhadap alat-alat modern mulai dari transportasi, media elektronik, media informasi serta bentuk-bentuk tekhnologi lainya yang pernah dianggap asing sebelumnya oleh masyarakat pedesaan.

Secara luas, dimensi perubahan sosial yang terjadi di pedesaan dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma sosial, perilaku organisasi masyarakat, susunan lembaga masyarakat dan interaksi sosial dalam masyarakat pedesaan. [2] Ada sebuah kecenderungan bahwa perubahan sosial di mana pun dan kapan pun, termasuk masyarakat pedesaan merupakan gejala wajar yang timbul sebagai sebuah dari interaksi manusia satu dengan yang lainya. Interaksi semacam ini dapat dianalogikan seperti interaksi yang terjadi pada masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, di mana interaksi tersebut memunculkan konsekwensi utama berupa modernisasi, terutama yang terjadi pada masyarakat pedesaan.

Terkait hal di atas, perubahan yang terjadi di pedesaan yang telah dibawa oleh arus modernisasi tak pelak telah membawa perubahan yang signifikan terhadap perubahan pada pedesaan baik dalam aspek fisik maupun nonfisik, infrastruktur maupun suprastruktur yang berbentuk barang tangible seperti tekhnologi, maupun sebuah barang intangible berupa nilai dan norma. Hal tersebutlah kemudian disebut sebagai proses “modernisasi” yang kadang kala disebut sebagai proses pengkotaan.

Arus modernisasi telah merambah berbagai tempat tak terkecuali pedesaan yang akhirnya menghasilkan ragam bentuk transformasi yang bersifak fisik maupun non fisik. Transformasi fisik pedesaan akibat kapitalisasi yang dibawa oleh arus modernisasi sangat tampak dari bayaknya bangunan bersifat semi modern yang tidak sukar lagi ditemui di daerah pedesaan.
Bangunan-bangunan tersebut terbentuk 

pertama, karena arus informasi yang begitu kuat antara masyarakat desa dengan media informasi. Kedua, adanya interaksi yang masif antara masyarakat desa dengan sumber kapitalis yang  menawarkan bentuk dari kapitalisasi.
Di Indonesia, secara kongkret hal ini dapat dilihat dari fenomena banyak bermunculnya pusat-pusat pembelanjaan modern berbentuk Franchise semisal Indomart dan Alfamart. Namun baik Alfamart atau Indomart yang banyak bermunculan merupakan akibat dari konsekwensi adanya hegemoni kapitalisme.

Hal ini seperti yang dikatakan Max-Weber yang menyebutnya sebagai disenchancnet of the world yang mana penyeragaman antara desa dengan kota yang mengakibatkan something spesial yang hilang pada masing-masing entitas desa yang ada.
Fakta-fakta di atas baru dalam bentuk fisik. Apabila secara khusus kita memperhatikan transformasi secara nonfisik pada masyarakat pedesaan berikut pada konsekwensi yang hadir bersamanya maka akan terlihat beberapa impact yang tidak kalah besar apabila dibandingkan perubahan yang bersifat fisik.

Dalam hal ini, ketika para kapitalis mulai memasarkan produk-produknya melalui media informasi baik berupa televisi, radio, internet yang notabene media tersebut telah banyak dan mudah diakses oleh masyarakat pedesaan maka sedikit banyak telah mempengaruhi muda-mudi yang memang berpembawaan Inovatif, maka dengan segera ditemui struktur fisik yang berubah yakni kaum muda cenderung berpenampilan trendy, modern nan fasionable, sedangkan kaum tua dengan pembawaan yang lebih kepada konservatif atau anti perubahan akan cenderung lebih berpenampilan tradisional, ala kadarnya dan sesuai kebutuhan. Fenomena semacam ini memang merupakan antitesa yang sederhana dan sering luput dari perhatian.

Singkatnya, segresi golongan antara kaum muda dan kaum tuwa tersebut tampak melalui hubungan pergaulan yang didasarkan atas kesamaan minat dan ikatan kategorisasi kelompok. Fenomena kompleks inilah yang menjadi salah satu contoh bentuk kongkrit dari adanya perubahan sosial, dimana perubahan bukan lagi cerita utopis namun memang benar adanya dan selalu terjadi secara sustainable pada tiap periode di semua lingkungan tak terkecuali masyarakat pedesaan.
Disinilah proses by given dan on-going process berlaku, dimana proses by given atau proses menjadi begitu saja tidak terlewati, namun melalui proses on-going process, atau bahkan by design. Artinya perubahan memang suatu yang nyata dengan proses dan tahapan yang terjadi di keranakan dorongan oleh berbagai faktor seperti yang telah disinggung di muka.

Fakta atas perubahan yang terjadi di desa berimbas pada semakin menipisnya perbedaan antara bentuk desa dan perkotaan. Isolasi fisik dan isolasi non fisik dalam bentuk kultural yang sering menjadi patokan utama alasan kuatnya akar tradisionalisme dalam kehidupan masyarakat pedesaan hal itu telah menipis, dan bahkan di sebagian desa hal itu telah menghilang. Desa semakin terbuka terhadap pengaruh dari luar baik lingkup regional, nasional bahkan internasional.

Fenomena semacam ini sekiranya dapat menjadi analisis secara sosiologis tentang bagaimana kejut arus pembangunan yang cocok dengan bentuk desa sekarang, perlu kiranya sebuah pendekatan pembangunan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan dengan pendekatan yang berbeda, dimana bukan lagi dalam bentuk pakem dari sebuah bagian tradisional region, namun bentuk masyarakat yang telah membuka diri dengan dunia luar melalui transformasi fisik maupun nonfisik.

Kepustakaan:
[1] Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta, RajaGrafindo, 1999.Cet.XXVII), hlm.133
[2] M. Munandar Soelainman, Dinamika Masyarakat Transisi (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998) hlm 115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar