BAB I
PENDAHULU
A. Latar
Belakang
Konsep
pendidikan multikulturalisme di negara-negara yang menganut konsep demokratis
seperti amerika sebenarnya bukan hal yang baru lagi. Mereka telah
melaksanakanya khususnya dalam upaya menghilangkan diskriminasi antar kulit
putih dan kulit hitam.
Indonesia
adalah salah satu negeri multikultural. Kenyataan ini dapat dilihat dari
keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik, dan
lain-lain. Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai
persoalan. Oleh karena itu, pendidikan multikulturalisme berperan pening dalam
penyelesaian persoalan tersebut serta pembangunan di indonesia.
Multikulturalisme
sesungguhnya merupakan proses pengkayaan spiritual dan menjadi penjelmaan iman
yang cerdas. Iman bukan kata benda, tetapi kata kerja kreativitas dan
moralitas. Iman dan hakikatnya merupakan proses penghayatan dan penjiwaan yang
cerdas atas keanekaragaman yang tergenggam dalam sunatullah yang perkasa. Oleh
karena itu multikulturalisme bukanlah sekedar wacana tetapi realitas dinamik,
bukan kata-kata tetapi tindakan, bukan simbol kegenitan intelektual tetapi
keberpihakan yang cerdas untuk mencari solusi yang mencerahkan.
B. Rumusan
Masalah
Apa
itu pendidikan multikulturalisme?
Apa
manfaat pendidikan multikulturalisme?
C. Tujuan
Mengetahui
dan memahami hakikat pendidikan multikultural serta bisa mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gagasan
Pendidikan Multikulturalisme
Masyarakat
multikulturalisme adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai kultur (budaya
banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Jadi multikulturalisme
adalah masyarakat diamana setiap manusia secara individu diakui harkat dan
martabatnya yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing.
Sedangkan
kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan dan dikembangkan karena dan melalui
pendidikan. Contohnya dalam penggunaan bahasa. Contoh lain, setiap masyarakat
mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian.
Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata multukulturalisme adalah
kebudayaan, yaitu kebudayaan yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan manusia.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi untuk meningkatkan derajat manusia.
Untuk dapat memahami berbagai konsep tentang multikulturalisme, maka dibentuklah
pendidikan multikulturalisme.
Pendidikan multikulturalisme adalah
proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang plural.
Dengan demikian pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya kelenturan
mental bangsa menghadapi bentukan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa
tidak mudah patah dan retak.
Pendidikan multikulturalisme mengajarkan
tentang konsep dasar multikulturalisme. Sebenarnya konsep multikulturalisme
menekankan keanekaragaman dalam derajat. Keanekaragaman dalam kesederajatan
yang di maksud seperti persamaan HAM, prinsip etika dan moral, penegakan hukum,
dan keadilan pada setiap orang dari berbagai keragaman sosial, kelompok etnis,
budaya, dan agama.
Selanjutnya
James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki empat
dimensi yang saling berkaitan:
§ Content
Integration
Mengintegrasikan
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar,
generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/ disiplin ilmu.
§ The
Knowledge Construction process
Membawa
siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin)
§ An
Equity Paedagogi
Menyesuaikan
metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik siswa yang beragam dari segi ras, budaya ataupun sosial.
§ Prejudice
Reduction
Mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
B.
Prespektif
Tentang Pendidikan Multukulturalisme
Wacana
multikulturalisme untuk konteks di indonesia menemukan momentumnya ketika
sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengn jatuhnya rezim
soeharto. Saat itu, negara menjadi kacau bau dengan berbagai konflik antar
suku, antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian pada anggota
masyarakat.
Selain
itu wacana tentang pendidikan multikulturan, secara sederhana pendidikan
multikultural dapat didefenisikan sebagai “pendidikan untuk/ tentang keragaman
kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultur lingkungan
masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.
Hal
ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan “menara
gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan
menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan
berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial
sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Pendidikan
multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman popupasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi
lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas
pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian
terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992). Sedangkan secara luas
pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedaan
kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan
agama.
Kondisi
yang demikian semakin mempertanyakan kembali sistem apa yang cocok bagi bangsa
indonesia, sistem apa yang membuat masyarakat bisa hidup damai. Dan bagaimana
untuk meminimalisirkan potensi konflik.
Menurut
Tilaar, pendidikan multikulturalisme barawal dari berkembangnya gagasan dan
kesadaran tentang multikulturalisme. Ini terkait dengan perkembangan politik
dan sosial.
Menurut
Nieto, bahwa pendidikan multikulturalisme bertujuan untuk sebuah pendidikan
yang bersifat anti rasis yang memperhatikan keterampilan-keterampilan dan
pengetahuan dasar bagi warga dunia.
Menurut
Banks, mendeskripsikan pendidikan multikulturalisme dalam empat fase. Yang
pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap
kurikulum. Kudua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha
untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem
pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal seperti perempuan, orang
cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam fase
pandidikan. Fase keempat, perkembangan teori, riset dan praktik, perhatian pada
hubungan antar ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi
kebanyakan ahli teoritis, jika bukan praktisi dari pendidikan
multikulturalisme.
C.
Implementasi
Dalam Dunia Pendidikan
Uraian
sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan
multikulturalisme sangat bermanfaan untuk solidaritas diantara keragaman etnik,
ras, budaya, dan kebutuhan kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan
spirit bagi lembaga pendidikan untuk menanamkan sikap kepada peserta didik
untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan orang lain.
Harapannya,
dengan implementasi pandidikan yang berwawasan multikulturalisme dapat membantu
siswa mengerti, menerima, menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan
nilai kepribadian lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah
akan menjadi media palatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima
parbedaan budaya, ras, etnis, dan kebutuhan diantara sesama dan mau hidup bersama secara damai.
Dalam
implementasinya, paradigma pendidikan multikulturalisme situntut untuk memegang prinsip berikut ini:
·
Pendidikan multikulturali harus
menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif
banyak orang.
·
Pendidikan multikulturalisme harus
didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran
sejarah.
·
Kurikulum dicapai sesuai dengan
penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang
berbeda-beda.
·
Pendidikan multikulturalisme harus
mendukung prinsip-prinsip pokok dalam membarantas pandangan klise tentang ras,
budaya, dan agama.
D.
Pendekatan
Dalam Proses Pendidikan Mulikulturalisme
Ada
beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikulturalisme yang perlu diantisipasi,
yaitu: pertama, pendidikan sebagai
“transmisi kebudayaan” yang dapat membebaskasn pendidikan dari asumsi bahwa
tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak
didik semata-mata berada di tangan mereka. Tapi justru tangguang jawab pihak
lain yang terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua,
menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik yang
sebagaimana terjadi delama ini. Secara tradisional para pendidik
mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan
kelompok sosial tertentu. Dalam konteks pendidikan multikulturalisme, pendektan
ini diharapkan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai
kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga,
karena pengambangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan
interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi.
Keempat,
kemungkinan bahwa pendidikan baik formal maupun nonformal akan meningkatkan
kompetensi dalam beberapa budaya.
Pada
konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama danri pendidikan multikulturalisme
adalah untuk menanamkan sikap simpatik, respek, apresiasi dan empati terhadap
penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya
yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan
ketidak-toleran seperti perang agama, diskriminasi, dan hegomoni budaya.
Dalam
sejarahnya, pendidikan multikulturalisme sebagai sebuah konsep atau pemikiran
tidak muncul dalam ruang kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi,
dan intelektual yang mendorong kemunculanya.
Ide
pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana
direkomendasikan UNESCO pada bulan oktober 1945 di jenewa. Rekomendasi itu
diantaranya memuat empat pesan. Pertama,
pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima
nilai-nilai yang ada dalam kebhinekaan probadi, jenis kelamin, masyarakat dan
budaya serta mengembangkan untuk berkomunikasi, berbagi, bekerja sama dengan
yang lain.
Kedua,
pendidikan meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan
penyelesaian yag memperkokoh perdamaian, parsaudaraan, solidaritas antar
pribadi dan masyarakat.
Ketiga,
pendidikan hendaknya meningatkan kemampuannya menyelesaikan konflik secara
damai tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan
pengembangan kedamaian dalam diri pikiran peserta didik sehingga dememikian
mereka mampu membangun secara kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan
untuk berbagi dan memelihara.
E.
Manfaat
Pendidikan Multikultiralisme
Manfaan
pendidikan multikulturalisme bagi seluruh pesarta didik adalah:
·
Memberi pendidikan kepada peserta didik
bahwa suatu perbedaan itu adalah wajar.
·
Menghormati perbedaan etnik, budaya,
agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa.
·
Persamaan dan keadilan dalam perlakuan
tanpa membedakan suku, agama, etnis, kelompok sosial.
Dari
uraian di atas diharapkan gagasan dan konsep pendidikan multikulturalisme dapat
menjadi kenyataaan. Sehingga peserta didik dapat menghargai perbedaan,
toleransi terhadap sesama manusia, mampu mengatur diri sendiri, bebas dari
paksaan, ancaman dan kekerasan.
Pendidikan multikultural paling
tidak menyangkut tiga hal, yaitu: (a) ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman
budaya, (b) gerakan pembaharuan pendidikan, dan (c) proses.
·
Kesadaran Nilai Penting Keragaman Budaya
Kiranya perlu peningkatan kesadaran
bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender,
kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada
diri masing-masing. Pendidikan multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua
siswa tanpa memandang karakteristik budayanya itu seharusnya memiliki
kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan
keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu harus diterima secara
wajar dan bukan untuk membedakan. Artinya, perbedaan itu perlu diterima sebagai
suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar masing-masing dapat hidup berdampingan
secara damai tanpa melihat unsure yang berbeda itu membeda-bedakan.
·
Gerakan Pembaharuan Pendidikan
Ide penting yang lain dalam
pendidikan multikultural adalah sebagian siswa karena karakateristiknya,
ternyata ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah
favorit tertentu, sedang siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak
memiliki kesempatan itu.
Beberapa karakteristik institusional
dari sekolah secara sistematis menolak kelompok untuk mendapat pendidikan yang
sama, walaupun itu dilakukan secara halus, dalam arti dibungkus dalam bentuk
aturan yang hanya bisa dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bisa
dipenuhi oleh golongan yang lain. Ada kesenjangan ketika muncul fenomena
sekolah favorit yang didomimasi oleh golongan orang kaya karena ada kebijakan
lembaga yang mengharuskan untuk membayar uang pangkal yang mahal untuk bisa
masuk dalam kelompok sekolah favorit itu.
Pendidikan multikultural bisa muncul
berbentuk bidang studi, program dan praktik yang direncanakan lembaga
pendidikan untuk merespon tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi berbagai kelompok.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Grant dan Seleeten (dalam Sutarno, 2007),
pendidikan multikultural bukan sekedar merupakan praktik aktual atau bidang
studi atau program pendidikan semata, namun mencakup seluruh aspek-aspek
pendidikan.
·
Proses Pendidikan
Pendidikan multikultural yang juga
merupakan proses pendidikan yang tujuannya tidak akan pernah terealisasikan
secara penuh. Pendidikan multikultural adalah proses menjadi, proses yang
berlangsung terus-menerus dan bukan sebagai sesuatu yang langsung tercapai.
Tujuan pendidikan multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara untuh
bukan sekedar meningkatkan skor.
Persamaan pendidikan, seperti halnya
kebebasan dan keadilan, merupakan ide yang harus dicapai melalui perjuangan
keras. Perbedaan ras, gender, dan diskriminasi terhadap orang yang berkebutuhan
akan tetap ada, sekalipun telah ada upaya keras untuk menghilangkan masalah
ini. Jika prasangka dan diskriminasi dikurangi pada suatu kelompok, biasanya
keduanya terarah pada kelompok lain atau mengambil bentuk yang lain. Karena
tujuan pendidikan seharusnya bekerja secara kontinyu meningkatkan persamaan
pendidikan untuk semua siswa.
Pemikiran-pemikiran tentang
pendidikan multikultural, saat ini telah mengalami perubahan jika dibandingkan
konsep awal yang muncul pada tahun 1960-an. Beberapa di antaranya membahas
pendidikan multikultural sebagai suatu perubahan kurikulum, mungkin dengan
menambah materi dan perspektif baru. Yang lain berbicara tentang isu iklim
kelas dan gaya mengajar yang dipergunakan kelompok tertentu. Yang lain berfokus
pada isu sistem dan kelembagaan seperti jurusan, tes baku, atau ketidakcocokan
pendanaan antara golongan tertentu yang mendapat jatah lebih, sementara yang
lain kurang mendapat perhatian. Sekalipun banyak perbedaan konsep pendidikan
multikultural, ada sejumlah ide yang dimiliki bersama dari semua pemikiran dan
merupakan dasar bagi pemahaman pendidikan multikultural, yaitu sebagai berikut.
- Penyiapan pelajar untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat antar-budaya.
- Persiapan pengajar agar memudahkan belajar bagi siswa secara efektif, tanpa memperhatikan perbedaan atau persamaan budaya dengan dirinya.
- Partisipasi sekolah dalam menghilangkan kekurangpedulian dalam segala bentuknya. Pertama-tama dengan menghilangkan kekurangpedulian di sekolahnya sendiri, kemudian menghasilkan lulusan yang sadar dan aktif secara sosial dan kritis.
- Pendidikan berpusat pada siswa dengan meperhatikan aspirasi dan pengalaman siswa.
- Pendidik, aktivis, dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif dalam mengkaji kembali semua praktik pendidikan, termasuk teori belajar, pendekatan mengajar, evaluasi, psikologi sekolah dan bimbingan, materi pendidikan, serta buku teks.
F.
Pendidikan
Multikultural di Indonesia
Berbeda dengan negara AS, Inggris,
dan negara-negara di Eropa, di mana pada umumnya multikultural bersifat budaya
antarbangsa, keragaman budaya datang dari luar bangsa mereka. Adapun
multikultural di Indonesia bersifat budaya antaretnis yang kecil, yaitu budaya
antarsuku bangsa. Keragaman budaya datang dari dalam bangsa Indonesia sendiri.
Oleh sebab itu, hal ini sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat bagi
keberhasilan pelaksanaan pendidikan multikultural di Indonesia. Semangat Sumpah
Pemuda dapat menjadi ruh yang kuat untuk mempersatukan warga negara Indonesia
yang berbeda budaya.
Masyarakat Indonesia sangat beragam
dan tinggal di wilayah pulau-pulau yang tersebar berjauhan. Dalam Deklarasi
Djoeanda laut Indonesia seluas 5,8 km2, di dalamnya terdapat lebih dari 17.500
pulau besar dan kecil dan dikelilingi garis pantai sepanjang lebih dari 80.000
km, yang merupakan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada (Prakoso
B.P., 2008: 1). Hal ini menyebabkan interaksi dan integrasi tidak selamanya
dapat berjalan lancar. Demikian pula kemajuan ekonomi sulit merata, sehingga
terdapat ketimpangan kesejahteraan masyarakat, ini sangat rentan sebagai awal
rasa ketidakpuasan yang berpotensi menjadi konflik.
Kondisi tersebut di atas dilengkapi
pula dengan sistem pemerintahan yang kurang memperhatikan pembangunan
kemanusiaan pada era terdahulu, kebijakan negara Indonesia didominasi oleh
kepentingan ekonomi dan stabilitas nasional. Sektor pendidikan politik dan
pembinaan bangsa kurang mendapat perhatian. Pada saat itu, masyarakat takut
berbeda pandangan, sebab kemerdekaan mengeluarkan pendapat tidak mendapat
tempat; kebebasan berpikir ikut terpasung; pembinaan kehidupan dalam keragaman
nyaris berada pada titik nadir.
Gerakan reformasi Mei 1998 untuk
mentransformasikan otoritarianisme Orde Baru menuju transisi demokrasi
sebaliknya telah menyemaikan berkembangnya kesadaran baru tentang pentingnya
otonomi masyarakat sipil yang oleh Esktrand (dalam Nasikun, 2005) disebut
sebagai perspektif multikulturalisme radikal (radical multicularism)
sebagaimana yang kini telah diakomodasi oleh Undang-Undang Sisdiknas.
Di dalam konteks perkembangan sistem
politik Indonesia saat ini, pilihan perspektif pendidikan yang demikian
memiliki peluang dan pendidikan multikultural justru sangat diperlukan sebagai
landasan pengembangan sistem politik yang kuat. Pendidikan multi-kultural
sangat menekankan pentingnya akomodasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat
sub-nasional untuk memelihara dan mempertahankan identitas kebudayaan dan
masyarakat nasional.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendidikan multikulturalisme adalah proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang plural. Dengan demikian
pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya kelenturan mental bangsa
menghadapi bentukan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah
dan retak.
Implementasi
pandidikan yang berwawasan multikulturalisme dapat membantu siswa mengerti,
menerima, menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian
lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah akan menjadi
media palatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima parbedaan
budaya, ras, etnis, dan kebutuhan diantara sesama dan mau hidup bersama secara damai.
DAFTAR PUSTKA
Gunawan,
Rudy. Pendidikan IPS. Bandung. Alfabeta, 2013
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar