Minggu, 09 Oktober 2016

PENDIDIKAN MULTUKULTURAL


BAB I
PENDAHULU
A.    Latar Belakang
Konsep pendidikan multikulturalisme di negara-negara yang menganut konsep demokratis seperti amerika sebenarnya bukan hal yang baru lagi. Mereka telah melaksanakanya khususnya dalam upaya menghilangkan diskriminasi antar kulit putih dan kulit hitam.
Indonesia adalah salah satu negeri multikultural. Kenyataan ini dapat dilihat dari keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik, dan lain-lain. Keragaman ini diakui atau tidak akan dapat menimbulkan berbagai persoalan. Oleh karena itu, pendidikan multikulturalisme berperan pening dalam penyelesaian persoalan tersebut serta pembangunan di indonesia.
Multikulturalisme sesungguhnya merupakan proses pengkayaan spiritual dan menjadi penjelmaan iman yang cerdas. Iman bukan kata benda, tetapi kata kerja kreativitas dan moralitas. Iman dan hakikatnya merupakan proses penghayatan dan penjiwaan yang cerdas atas keanekaragaman yang tergenggam dalam sunatullah yang perkasa. Oleh karena itu multikulturalisme bukanlah sekedar wacana tetapi realitas dinamik, bukan kata-kata tetapi tindakan, bukan simbol kegenitan intelektual tetapi keberpihakan yang cerdas untuk mencari solusi yang mencerahkan.
B.     Rumusan Masalah
Apa itu pendidikan multikulturalisme?
Apa manfaat pendidikan multikulturalisme?
C.     Tujuan
Mengetahui dan memahami hakikat pendidikan multikultural serta bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Gagasan Pendidikan Multikulturalisme
Masyarakat multikulturalisme adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai kultur (budaya banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Jadi multikulturalisme adalah masyarakat diamana setiap manusia secara individu diakui harkat dan martabatnya yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing.
Sedangkan kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan dan dikembangkan karena dan melalui pendidikan. Contohnya dalam penggunaan bahasa. Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian.
Menurut Parsudi Suparlan (2002)  akar kata multukulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan manusia. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi untuk meningkatkan derajat manusia. Untuk dapat memahami berbagai konsep tentang multikulturalisme, maka dibentuklah pendidikan multikulturalisme.
Pendidikan multikulturalisme adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang plural. Dengan demikian pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi bentukan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Pendidikan multikulturalisme mengajarkan tentang konsep dasar multikulturalisme. Sebenarnya konsep multikulturalisme menekankan keanekaragaman dalam derajat. Keanekaragaman dalam kesederajatan yang di maksud seperti persamaan HAM, prinsip etika dan moral, penegakan hukum, dan keadilan pada setiap orang dari berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, dan agama.
Selanjutnya James Banks (1994) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki empat dimensi yang saling berkaitan:
§  Content Integration
Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/ disiplin ilmu.
§  The Knowledge Construction process
Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin)
§  An Equity Paedagogi
Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam dari segi ras, budaya ataupun sosial.
§  Prejudice Reduction
Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka.
B.     Prespektif Tentang Pendidikan Multukulturalisme
Wacana multikulturalisme untuk konteks di indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengn jatuhnya rezim soeharto. Saat itu, negara menjadi kacau bau dengan berbagai konflik antar suku, antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian pada anggota masyarakat.
Selain itu wacana tentang pendidikan multikulturan, secara sederhana pendidikan multikultural dapat didefenisikan sebagai “pendidikan untuk/ tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”.
Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Pendidikan multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman popupasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Hilliard, 1991-1992). Sedangkan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedaan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Kondisi yang demikian semakin mempertanyakan kembali sistem apa yang cocok bagi bangsa indonesia, sistem apa yang membuat masyarakat bisa hidup damai. Dan bagaimana untuk meminimalisirkan potensi konflik.
Menurut Tilaar, pendidikan multikulturalisme barawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang multikulturalisme. Ini terkait dengan perkembangan politik dan sosial.
Menurut Nieto, bahwa pendidikan multikulturalisme bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis yang memperhatikan keterampilan-keterampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia.
Menurut Banks, mendeskripsikan pendidikan multikulturalisme dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kudua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam fase pandidikan. Fase keempat, perkembangan teori, riset dan praktik, perhatian pada hubungan antar ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritis, jika bukan praktisi dari pendidikan multikulturalisme.
C.    Implementasi Dalam Dunia Pendidikan
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaan untuk solidaritas diantara keragaman etnik, ras, budaya, dan kebutuhan kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan untuk menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan orang lain.
Harapannya, dengan implementasi pandidikan yang berwawasan multikulturalisme dapat membantu siswa mengerti, menerima, menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah akan menjadi media palatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima parbedaan budaya, ras, etnis, dan kebutuhan diantara sesama dan  mau hidup bersama secara damai.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikulturalisme situntut  untuk memegang prinsip berikut ini:
·         Pendidikan multikulturali harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
·         Pendidikan multikulturalisme harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
·         Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
·         Pendidikan multikulturalisme harus mendukung prinsip-prinsip pokok dalam membarantas pandangan klise tentang ras, budaya, dan agama.


D.    Pendekatan Dalam Proses Pendidikan Mulikulturalisme
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikulturalisme yang perlu diantisipasi, yaitu: pertama, pendidikan sebagai “transmisi kebudayaan” yang dapat membebaskasn pendidikan dari asumsi bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka. Tapi justru tangguang jawab pihak lain yang terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik yang sebagaimana terjadi delama ini. Secara tradisional para pendidik mengasosiasikan  kebudayaan hanya dengan kelompok sosial tertentu. Dalam konteks pendidikan multikulturalisme, pendektan ini diharapkan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, karena pengambangan kompetensi dalam suatu kebudayaan baru biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi.
Keempat, kemungkinan bahwa pendidikan baik formal maupun nonformal akan meningkatkan kompetensi dalam beberapa budaya.
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama danri pendidikan multikulturalisme adalah untuk menanamkan sikap simpatik, respek, apresiasi dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleran seperti perang agama, diskriminasi, dan hegomoni budaya.
Dalam sejarahnya, pendidikan multikulturalisme sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruang kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi, dan intelektual yang mendorong kemunculanya.
Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasikan UNESCO pada bulan oktober 1945 di jenewa. Rekomendasi itu diantaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinekaan probadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan untuk berkomunikasi, berbagi, bekerja sama dengan yang lain.
Kedua, pendidikan meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian yag memperkokoh perdamaian, parsaudaraan, solidaritas antar pribadi dan masyarakat.
Ketiga, pendidikan hendaknya meningatkan kemampuannya menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri pikiran peserta didik sehingga dememikian mereka mampu membangun secara kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.
E.     Manfaat Pendidikan Multikultiralisme
Manfaan pendidikan multikulturalisme bagi seluruh pesarta didik adalah:
·         Memberi pendidikan kepada peserta didik bahwa suatu perbedaan itu adalah wajar.
·         Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa.
·         Persamaan dan keadilan dalam perlakuan tanpa membedakan suku, agama, etnis, kelompok sosial.
Dari uraian di atas diharapkan gagasan dan konsep pendidikan multikulturalisme dapat menjadi kenyataaan. Sehingga peserta didik dapat menghargai perbedaan, toleransi terhadap sesama manusia, mampu mengatur diri sendiri, bebas dari paksaan, ancaman dan kekerasan.
Pendidikan multikultural paling tidak menyangkut tiga hal, yaitu: (a) ide dan kesadaran akan nilai penting keragaman budaya, (b) gerakan pembaharuan pendidikan, dan (c) proses.

·         Kesadaran Nilai Penting Keragaman Budaya
Kiranya perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan multikultural berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk membedakan. Artinya, perbedaan itu perlu diterima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar masing-masing dapat hidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsure yang berbeda itu membeda-bedakan.

·         Gerakan Pembaharuan Pendidikan
Ide penting yang lain dalam pendidikan multikultural adalah sebagian siswa karena karakateristiknya, ternyata ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu, sedang siswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu.

Beberapa karakteristik institusional dari sekolah secara sistematis menolak kelompok untuk mendapat pendidikan yang sama, walaupun itu dilakukan secara halus, dalam arti dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya bisa dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bisa dipenuhi oleh golongan yang lain. Ada kesenjangan ketika muncul fenomena sekolah favorit yang didomimasi oleh golongan orang kaya karena ada kebijakan lembaga yang mengharuskan untuk membayar uang pangkal yang mahal untuk bisa masuk dalam kelompok sekolah favorit itu.

Pendidikan multikultural bisa muncul berbentuk bidang studi, program dan praktik yang direncanakan lembaga pendidikan untuk merespon tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi berbagai kelompok. Sebagaimana ditunjukkan oleh Grant dan Seleeten (dalam Sutarno, 2007), pendidikan multikultural bukan sekedar merupakan praktik aktual atau bidang studi atau program pendidikan semata, namun mencakup seluruh aspek-aspek pendidikan.

·         Proses Pendidikan
Pendidikan multikultural yang juga merupakan proses pendidikan yang tujuannya tidak akan pernah terealisasikan secara penuh. Pendidikan multikultural adalah proses menjadi, proses yang berlangsung terus-menerus dan bukan sebagai sesuatu yang langsung tercapai. Tujuan pendidikan multikultural adalah untuk memperbaiki prestasi secara untuh bukan sekedar meningkatkan skor.

Persamaan pendidikan, seperti halnya kebebasan dan keadilan, merupakan ide yang harus dicapai melalui perjuangan keras. Perbedaan ras, gender, dan diskriminasi terhadap orang yang berkebutuhan akan tetap ada, sekalipun telah ada upaya keras untuk menghilangkan masalah ini. Jika prasangka dan diskriminasi dikurangi pada suatu kelompok, biasanya keduanya terarah pada kelompok lain atau mengambil bentuk yang lain. Karena tujuan pendidikan seharusnya bekerja secara kontinyu meningkatkan persamaan pendidikan untuk semua siswa.

Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan multikultural, saat ini telah mengalami perubahan jika dibandingkan konsep awal yang muncul pada tahun 1960-an. Beberapa di antaranya membahas pendidikan multikultural sebagai suatu perubahan kurikulum, mungkin dengan menambah materi dan perspektif baru. Yang lain berbicara tentang isu iklim kelas dan gaya mengajar yang dipergunakan kelompok tertentu. Yang lain berfokus pada isu sistem dan kelembagaan seperti jurusan, tes baku, atau ketidakcocokan pendanaan antara golongan tertentu yang mendapat jatah lebih, sementara yang lain kurang mendapat perhatian. Sekalipun banyak perbedaan konsep pendidikan multikultural, ada sejumlah ide yang dimiliki bersama dari semua pemikiran dan merupakan dasar bagi pemahaman pendidikan multikultural, yaitu sebagai berikut.
  1. Penyiapan pelajar untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat antar-budaya.
  2. Persiapan pengajar agar memudahkan belajar bagi siswa secara efektif, tanpa memperhatikan perbedaan atau persamaan budaya dengan dirinya.
  3. Partisipasi sekolah dalam menghilangkan kekurangpedulian dalam segala bentuknya. Pertama-tama dengan menghilangkan kekurangpedulian di sekolahnya sendiri, kemudian menghasilkan lulusan yang sadar dan aktif secara sosial dan kritis.
  4. Pendidikan berpusat pada siswa dengan meperhatikan aspirasi dan pengalaman siswa.
  5. Pendidik, aktivis, dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif dalam mengkaji kembali semua praktik pendidikan, termasuk teori belajar, pendekatan mengajar, evaluasi, psikologi sekolah dan bimbingan, materi pendidikan, serta buku teks.
F.     Pendidikan Multikultural di Indonesia
Berbeda dengan negara AS, Inggris, dan negara-negara di Eropa, di mana pada umumnya multikultural bersifat budaya antarbangsa, keragaman budaya datang dari luar bangsa mereka. Adapun multikultural di Indonesia bersifat budaya antaretnis yang kecil, yaitu budaya antarsuku bangsa. Keragaman budaya datang dari dalam bangsa Indonesia sendiri. Oleh sebab itu, hal ini sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan multikultural di Indonesia. Semangat Sumpah Pemuda dapat menjadi ruh yang kuat untuk mempersatukan warga negara Indonesia yang berbeda budaya. 

Masyarakat Indonesia sangat beragam dan tinggal di wilayah pulau-pulau yang tersebar berjauhan. Dalam Deklarasi Djoeanda laut Indonesia seluas 5,8 km2, di dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau besar dan kecil dan dikelilingi garis pantai sepanjang lebih dari 80.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada (Prakoso B.P., 2008: 1). Hal ini menyebabkan interaksi dan integrasi tidak selamanya dapat berjalan lancar. Demikian pula kemajuan ekonomi sulit merata, sehingga terdapat ketimpangan kesejahteraan masyarakat, ini sangat rentan sebagai awal rasa ketidakpuasan yang berpotensi menjadi konflik.

Kondisi tersebut di atas dilengkapi pula dengan sistem pemerintahan yang kurang memperhatikan pembangunan kemanusiaan pada era terdahulu, kebijakan negara Indonesia didominasi oleh kepentingan ekonomi dan stabilitas nasional. Sektor pendidikan politik dan pembinaan bangsa kurang mendapat perhatian. Pada saat itu, masyarakat takut berbeda pandangan, sebab kemerdekaan mengeluarkan pendapat tidak mendapat tempat; kebebasan berpikir ikut terpasung; pembinaan kehidupan dalam keragaman nyaris berada pada titik nadir. 

Gerakan reformasi Mei 1998 untuk mentransformasikan otoritarianisme Orde Baru menuju transisi demokrasi sebaliknya telah menyemaikan berkembangnya kesadaran baru tentang pentingnya otonomi masyarakat sipil yang oleh Esktrand (dalam Nasikun, 2005) disebut sebagai perspektif multikulturalisme radikal (radical multicularism) sebagaimana yang kini telah diakomodasi oleh Undang-Undang Sisdiknas. 

Di dalam konteks perkembangan sistem politik Indonesia saat ini, pilihan perspektif pendidikan yang demikian memiliki peluang dan pendidikan multikultural justru sangat diperlukan sebagai landasan pengembangan sistem politik yang kuat. Pendidikan multi-kultural sangat menekankan pentingnya akomodasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat sub-nasional untuk memelihara dan mempertahankan identitas kebudayaan dan masyarakat nasional.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pendidikan multikulturalisme adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang plural. Dengan demikian pendidikan multikulturalisme diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi bentukan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Implementasi pandidikan yang berwawasan multikulturalisme dapat membantu siswa mengerti, menerima, menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah akan menjadi media palatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima parbedaan budaya, ras, etnis, dan kebutuhan diantara sesama dan  mau hidup bersama secara damai.










DAFTAR PUSTKA
Gunawan, Rudy. Pendidikan IPS. Bandung. Alfabeta, 2013
http://pengertian-pengertian-info.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar