“Kemunculaan persoalan gender
ini muncul ketika pada abad ke-19 di Prancis, di mana ketika itu upah yang
didapat oleh laki dan perempuan saat bekerja sangat berbeda. Hal inilah yang
kemudian memunculkan ketidakadilan antara perempuan dan laki-laki. Selain itu
faktor biologis ini juga dijadikan sebagai titik tolak awal kemunculan gender
Pada
dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki – laki berbeda. Namun,
gender bukanlah jenis kelamin laki – laki dan perempuan sebagai pemberian
Tuhan. Gender lebih ditekankan pada perbedaan peranan dan fungsi yang ada dan
dibuat oleh masyarakat. Oleh karena itu, gender penting di pahami dan dianalisa
untuk melihat apakah perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi dalam artian
perbedaan yang membawa kerugian dan penderitaan terhadap pihak perempuan.
Persoalan gender akan menjadi isu yang sangat sensitif ketika isu itu dikaitkan dengan pesoalan agama. Perlu adanya kebijakan dalam memikirkan isu gender ini, sebenarnya isu gender ini hanya terkait dengan kesetaraan yang dialami oleh laki-laki dan perempuan. “Kesetaraan itu, adanya kemudahan akses yang diberikan oleh laki-laki dan perempuan untuk memajukan dirinya. Hal ini penting karena dengan diberikan akses yang mudah maka perempuan memiliki tempat yang sama untuk bisa meningkatkan potensi yang ada pada dirinya. Ini menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki ruang yang sama untuk bisa berpartisipasi,“
Persoalan gender akan menjadi isu yang sangat sensitif ketika isu itu dikaitkan dengan pesoalan agama. Perlu adanya kebijakan dalam memikirkan isu gender ini, sebenarnya isu gender ini hanya terkait dengan kesetaraan yang dialami oleh laki-laki dan perempuan. “Kesetaraan itu, adanya kemudahan akses yang diberikan oleh laki-laki dan perempuan untuk memajukan dirinya. Hal ini penting karena dengan diberikan akses yang mudah maka perempuan memiliki tempat yang sama untuk bisa meningkatkan potensi yang ada pada dirinya. Ini menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki ruang yang sama untuk bisa berpartisipasi,“
Di Indonesia, isu kesetaraan gender akhir – akhir ini menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih berusaha terus di perjuangkan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Hal tersebut seperti yang diutarakan oleh Imam Prasodjo dalam Kompas 29 Juli 2010, menyatakan bahwa permasalahan perspektif gender yang paling substantif juga terlihat di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Permasalahan tersebut mencakup substantif pemahaman tentang kebijakan berspektif gender itu sendiri. Peningkatan kesadaran dan pemahaman itu, harus dibarengi dengan adanya keterwakilan perempuan – perempuan dalam lembaga – lembaga negara, terutama lembaga pembuat kebijakan. Mengingat perempuan masih saja mengalami ketimpangan di bidang pendidikan, sosial, politik, dan ekonomi hanya karena perkembangan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang gender itu sendiri masih sangat lambat.
Peran
gender berubah dari waktu ke waktu. Berbeda antara satu budaya dengan budaya
lain. Dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latarv
belakang etnis. Berarti masalah gender selalu berkaitan denganv
konstruksi sistem sosial budaya dalam masyarakat.
Pemberian
Label (Stereotyping) Pemberian label berdasarkan jenis kelamin dapat merugikan
karena menghalangi realisasi dari potensi yang dimilikinya. Dengan menerima stereotype seperti ini, maka
kita telah membatasi ruang gerak.
Laki-laki akan merasa canggung apabila mengerjakan pekerjaan feminis,
cnth. Menganti popok bayi, masak, dll. o Perempuan merasa tak mampu melakukan
pekerjaan maskulin, cth. Ganti atap yg rusak, perbaiki mesin mobil, anggkat
semen, dll.
Faktor
penghambat kesetaraan gender adalah, diskriminasi perempuan, eksploitasi
perempuan, subordinasi (suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang
dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain), kekerasan
terhadap perempuan serta beban tugas yang berat dan panjang.
a. Konsep gender dalam kehidupan masyarakat
Lingkungan keluarga
Posisi perempuan dalam keluarga pada umumnya dan di masyarakat Indonesia pada khususnya, masihlah berada di bawah laki – laki. Seperti kasus istri yang bekerja di luar rumah harus mendapat persetujuan dari suami, namun pada umumnya meskipun istri bekerja, haruslah tidak boleh memiliki penghasilan dan posisi lebih tinggi dari suaminya. Meskipun perempuan sudah bekerja di luar rumah, mereka juga harus memperhitungkan segala kegiatan yang ada di rumah, mulai dari memasak hingga mengurus anak.
Lingkungan pendidikan
Di bidang pendidikan, perempuan menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan akses. Oleh karena itu, tingkat buta huruf tertinggi di Indonesia juga masih didominasi oleh kaum perempuan
Lingkungan Pekerjaan
Perempuan
yang memiliki akses pendidikan yang tinggi pada umumnya bisa mendapatkan
pekerjaan yang layak. namun, pemilihan pekerjaan tersebut masih berbasis
gender. Perempuan dianggap kaum yang lemah, pasif dan dependen. Pekerjaan
seputar bidang pelayanan jasa seperti bidang administrasi, perawat, atau
pelayan toko dan pekerjaan dengan sedikit ketrampilan seperti pegawai
administrasi dan hanya sedikit saja yang menduduki jabatan manajer atau
pengambil keputusan
b.Gender dan kesehatan di Indonesia
GBHN membuat permasalahan gender semakin pelik, dalam penjabarannya intinya menyebutkan bahwa perempuan indonesia berfungsi sebagai istri pengatur rumah tangga, sebagai tenaga kerja di segala bidang dan sebagai pendidik pada bagi anak – anaknya. Konsep tersebut semakin membingungkan perempuan di Indonesia untuk memilih antara terjun dalam kegiatan di luar rumah dan menjadi istri sertai bu yang baik (Retno Suhapti, 1995).
Konsep ini sangat berat bagi perempuan, dikarenakan proporsional beban tersebut mampu membuat perempuan retan akan stress. Selain itu, permasalahan ada pada keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Contohnya pada kasus ibu hamil yang menunggu keputusan suaminya untuk pergi berobat ke dokter. Pada akhirnya, ibu hamil terlambat mendapatkan penanganan yang dapat berakibat fatal bagi kesehatan janin dan ibu itu sendiri. Hal tersebut nampak permasalah gender di Indonesia mengakar sejak dahulu yang diawali dengan kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu.
Berbicara mengenai wacana gender dalam pendidikan
tidak lepas dari faktor lainnya seperti organisasi keluarga dan pekerjaan,
surplus ekonomi, kecanggihan tekhnologi, kepadatan penduduk dan lainnya. Karna
kesemuanya adalah variabel yang saling mempengaruhi banyak hal tentang gender
begitupun didalam fenomena pendidikan.
Adanya pendidikan tidak saja melihat kepda pendidikan
formal, namun harus dimulai dengan bagaimana pendidaikan itu dimulai. Tentu
saja kita bisa melihat feanomena proses pendidikan dalam keluarga dimana wanita
sangat berperan sebagai produsen utama fungsi-fungsi pokok keluarga.
Dalam keluarga perempuan secara tidak langsung dididik
menjadi seorang yang mengutamakan perasaan. Hal itu lantas menjadi pola turun
temurun sebagai hal yang dipandang alamiah maka timbulah fenomena dalam
pendidikan umumnya perempuan memilih studinya yang mengutamakan perasaan dan
kecerdsasan emosional. Contoh banyak perempuan lebih memilih studi tentang
keperawatan, pramugari, entertainer, psikolog, guru, dan lain lain.
Dibandingkan dengan fenomena yang ada dimasa lalu
gender sudah banyak memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki. Dulu
banyak fenomena dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan untuk anak
laki-lakinya dengan berbagai alasan, tapi tidak dipungkiri mungkin saat ini
masih bisa terjadi.
Berdasarkan
permasalahan yang terjadi, sudah waktunya perempuan dan laki – laki di
Indonesia sama – sama berfungsi sebagai pengatur rumaha tangga pada khususnya
dan pengatur beberapa kebijakan negara pada umumnya. Dengan tercapainya kondisi
ini, dapat terjalin dengan harmonis bagi perempuan dan laki – laki di
Indonesia. Perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama memilih dan
meraih posisi yang sejajar dengan laki laki dimasyarakat.
Untuk
mencapai kesetaraan gender itu, perlu adanya dukungan yang lebih sistematis
bagi perempuan dalam mengejar karier untuk mencapai keinginan yang setara
dengan pria. Perempuan bisa saja duduk di kursi pemerintahan berperan mengurusi
masalah perpolitikan negara, akan tetapi tidak meninggalkan perannya sebagai
ibu rumah tangga yang menjadi penompang bagi keluarganya. Perlu adanya perubahan norma-norma sosial di
masyarakatØ
tentang peranan wanita, sehingga berguna untuk mengurangi penilaian masyarakat
yang negatif di masyarakat, dan nantinya perempuan bisa meningkatkan aspirasi
serta pencapaian perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik,
pembangunan seperti di negara-negara berkembang lainnya. Perlu adanya undang-undang mengenai perempuan
ataupunØ
tentang kesetaran gender sendiri. Kenapa hal itu di butuhkan? Karena untuk
mengurangi adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kaum perempuan
dan diskriminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar