PENDAHULUAN
Pengabaian
terhadap good governance telah menjadi penyebab terhadap krisis keuangan yang
terjadi di kawasan Asia. Krisis ini meluas menjadi ekonomi, sosial dan politik.
Bahkan kemudian meruyak kepada krisis kepercayaan publik yang amat parah.
Menurut Wanandi (1998) krisis ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintah
yang tidak berdasarkan hukum, kebijakan publik yang tidak transparan serta
absennya akuntabilitas publik akhirnya menghambat pengembangan demokrasi dalam
masyarakat.
Walaupun
kesadaran ini muncul relatif terlambat tetapi harus disikapi secara benar dan
serius dalam menyongsong pembangunan masa depan terutama pada negara-negara
yang telah menjadi korban multi-krisis yang terjadi dalam tiga tahun terakhir.
Khusus bagi Indonesia, ini menjadi lebih bermakna karena perubahan paradigma
ini juga seiring dengan terjadinya perubahan paradigma pelaksanaan pemerintahan
terutama dalam menyikapi pelaksanaan otonomi daerah yang sudah di depan mata.
GOOD AND
CLEAN GOVERNMENT DI INDONESIA
Good and
Clean Government merupakan pemerintah yang taat azas, tidak ada penyelewengan
dan penyalahgunaan wewenang serta efisien, efektif, dan bebas atau tidak
melakukan praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Selain itu, bisa
bertindak objektif, netral dan tidak diskriminatif artinya tidak mendahulukan
teman, kerabat, kelompoknya atau orang-orang yang berkuasa. Juga pemerintah
yang bersih adalah pemerintah yang diisi oleh aparat yang jujur, yang bekerja
sesuai dengan tugas yang diembannya, tidak bersedia menerima sogokan, tidak
melakukan dan tidak memperlambat atau mempercepat suatu pekerjaan karena adanya
keuntungan yang bisa diperoleh.
Tujuan dari
Good and clean government adalah terwujudnya Good Governance. Good Governance
pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’
disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar Good Governance diantaranya adalah partisipasi
masyarakat, penegakan hukum, transparansi, responsif, berorientasi pada
konsesus, kesetaraan, efektif dan efisiensi, akuntabilitas dan visi strategis.
Dengan prinsip-prinsip Good Governance tersebut, maka sebetulnya pelaksanaan
Good and Clean Government merupakan suatu tahapan proses yang ideal. Banyak
pihak yang mengatakan relative sulit untuk mencapainya karena banyak kendala
dan hambatan yang merintanginya.
Pada setiap
tingkatan penyelenggaraan pemerintahan harus mengupayakan tercapainya
pemerintahan yang baik. Clean Governement dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah harus melibatkan stake holders yang ada. Baik unsur pemerintah, swasta
(dunia usaha) dan masyarakat. Karena tiga komponen ini yang terkait secara
langsung. Upaya-upaya dalam rangka menciptakan Clean Government di lingkungan
lembaga atau badan penyelenggaraan pemerintahan termasuk pula pada pemerintahan
di daerah dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu diantaranya :
1. Strategi Preventif dimaksudkan
sebagai upaya dalam rangka mencegah timbulnya penyelewengan, penyalahgunaan
wewenang, inefisiensi, tidak efektif, tidak hemat dan adanya KKN.
2.
Strategi Detektif merupakan upaya untuk dapat mengetahui secara dini atau dalam
waktu sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya agar penyimpangan dapat
ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat untuk mencegah kerugian negara yang lebih
besar atau akibat yang lebih parah atas penyimpangan yang terjadi. Strategi
detektif antara lain dapat dilakukan melalui: Peningkatan kemampuan aparat
pengawasan, Penyempurnaan sistem pengaduan masyarakat dan tindak lanjutnya.
Strategi Represif dimaksudkan sebagai upaya untuk menyelesaikan secara hukum
dengan sebaik-baiknya atas penyimpangan yang telah terjadi.
3.
Strategi Represif antara lain dapat dilakukan dengan : Pengusutan, penyidikan,
penuntutan, peradilan dan penindakan kepada yang terlibat,
Meskipun ada
upaya atau strategi untuk mengatasinya, namun tetap saja dilihat dari keadaan
di Indonesia saat ini good and clean government belum berjalan dengan baik,
karena dari perwujudan good governace di Indonesia selama ini masih dimaknai
secara terbatas sebagai gerakan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) dan belum menemukan perwujudan yang sejatinya, padahal pada hakekatnya
good governance tidak hanya persoalan pemberantasan KKN semata, walaupun
pemberantasan KKN merupakan prasyarat penting untuk mewujudkan good governance.
Begitupun pelayanan publik yang sama-sama merupakan prasyarat penting untuk
mewujudkan good and clean government dan hal lainnya.
Istilah good
and clean government saat ini untuk terwujudnya good governance yang sama-sama
masih belum berjalan dengan baik karena perjalanannya atau implementasinya
sampai sekarang tidak sesuai dengan rencana yang sudah di tentukan. Semakin
maraknya KKN, konsep otonomi deaerah muncul untuk meminimalisir maraknya KKN
dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat namun tetap masih banyak
penyimpangan yang dilakuan oleh aparatur seperti KKN ke tingkat birokrasi
kecil. Sebagimana sudah diketahui bahwa maraknya KKN dilakukan mulai dari
pemerintah pusat sampai dengan pemerintah daerah. Hal ini karena sistem tata kelola
pemerintahannya belum efektif. Namun secara keseluruhan memang di Indonesia
belum menjalankan konsep good and clean government dengan baik dimungkinkan
banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi. Oleh karena itu good Good
governance sebagai pola baru dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sulit
diwujudkan tanpa dibarengi dengan upaya menciptakan pemerintah yang bersih (clean
government). Nilai-nilai yang harus dipenuhi dalam perwujudan good
governance pun masih belum sepenuhnya dapat dijalankan oleh pemerintahan
Indonesia sampai sekarang. Meskipun secara keseluruhan Indonesia belum
menjalankannya dengan maksimal dan baik tetapi ada beberapa kota atau kabupaten
yang sudah menjalankan good governance dengan baik.
Dengan
demikian prsyarat yang penting untuk terwujudnya good governance yaitu dengan
mengurangi tindak korupsi. Ada salah satu kota yang sudah mendapatkan predikat
sebagai kota minim potensi korupsi dan dipersepsikan sebagai kota paling bersih
dari korupsi se-Indonesia yang berdasarkan Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015
yang diterbitkan Transparency International Indonesia (TII) yakni kota
Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
KESIMPULAN
Bagaimana menumbuhkan etos good governance tersebut ?
Sebaiknya dimulai dari sikap individu penyelenggara negara.
Terakhir, pemerintah di sini tidak hanya diterjemahkan
sebagai eksekutif saja. Tetapi harus dilihat dalam pengertian yang lebih luas
yaitu semua pihak yang memperoleh amanah dari rakyat seperti legislatif,
yudikatif, dan bahkan termasuk kalangan pengajar di perguruan tinggi.
Singkatnya semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar